37. Sekelompok Jin Takjub Dengan Al-Quran

   
37. Sekelompok Jin Takjub Dengan Al-Quran

37. Sekelompok Jin Takjub Dengan Al-Quran

 

Kitab : Al-Jawahir Al Makhfiyyah

Judul : Sekelompok Jin Takjub Dengan Al-Quran

Disusun oleh : Mohammad Amri Yusof     

Ditulis oleh : Sallehudin Bin Sufi

Dikarang oleh : Ahmad Fahmi Hadiid Syams Al Makhfiy


Di bawah ini ialah perbualan antara Jin Muslim Abdul Jabbar bin Abdullah Abhar dan Ahmad. Jin ini menceritakan kedatangannya ke Nusantara dan turut mengisahkan bagaimana nenek moyangnya beriman kepada Rasulullah.


Abdul Jabbar berkata:

"Sebelum aku lanjutkan kisah perjalanan ku ini, hingga ku temui seorang ibu yang lembut dan sabar di rumahmu ini, hingga kudapati sebuah tempat yang sejuk dan penuh Rahmat Allah di atas sajadahnya, kuceritakan sebuah kebenaran kepadamu saudaraku."


"Nenek moyangku pernah bercerita tentang kedahsyatan Al-Qur’an dan kemuliaan Nabi Besar Muhammad Saw, serta bagaimana mereka masuk ke dalam Agama yang hak yaitu Islam, yang Allah SWT nyatakan di dalam Al-Qur’an. Datukku bercerita tentang kejadian di masa itu, kebingungan para jin yang masih kafir di masa itu ketika pintu-pintu langit tertutup, dan mereka yang berada di langit pertama pun lari dan jatuh ke bumi disebabkan menghindari panah-panah api. Serta merta mereka mencari penyebabnya, tiba di sebuah pasar, sayup-sayup datukku mendengarkan bait-bait syair yang sangat aneh serta menakjubkan, untaian kalimah yang begitu sempurna, dengan suara yang merdu lagi menyejukkan, datukku berkata kepada kaumnya, “Gerangan siapakah manusia yang melantunkan syair-syair ini ?”, datukku berkata di masa itu “Sungguh ini adalah Kalam Suci yang tak mungkin siapapun mampu membuatnya, dan gerangan siapakah manusia yang begitu memukau dan menggetarkan jiwa kami suaranya ?""

 

Ayat al-Quran di bawah ialah dalil sewaktu berlakunya peristiwa jin mendengar isi Al-Qur'an yang di baca Rasulullah. Allah SWT berfirman:

 

 وَإِذْ صَرَفْنَآ إِلَيْكَ نَفَرًۭا مِّنَ ٱلْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ ٱلْقُرْءَانَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوٓا۟ أَنصِتُوا۟ ۖ فَلَمَّا قُضِىَ وَلَّوْا۟ إِلَىٰ قَوْمِهِم مُّنذِرِينَ

Erti: "Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan kepadamu (Muhammad) serombongan jin yang mendengarkan (bacaan) Al-Qur'an, maka ketika mereka menghadiri (pembacaan)nya mereka berkata, Diamlah kamu! (untuk mendengarkannya). Maka ketika telah selesai, mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan." (QS. Al-Ahqaf 46: Ayat 29)


"Datukku dan rombongannya pun mendekat dengan rasa hairan bercampur takjub, serasa tak mampu menggerakkan seluruh tubuhnya dan juga kawan-kawannya di masa itu, ia bercerita kepadaku, bahwa ia melihat serombongan manusia tengah melakukan satu kegiatan laksana barisan yang tersusun (Sholat). Di depannya berdiri sosok manusia yang sangat indah dan tak mampu datukku dan kawan-kawannya memandangi cahaya wajahnya, datukku berbisik kepada kawan-kawannya, inikah manusia yang diberitakan oleh nenek moyang kita pada masa kenabian Nuh a.s ?"

 

"Datukku bercerita, bahwa mereka seakan terkunci dan tak mampu berkata-kata, rasa takjubnya ketika memandangi wajah yang indah nan bercahaya itu bagaikan bulan purnama yang bersinar, dari lisannya terucap bait-bait kalam yang sungguh memukau dan menakjubkan. Datukku bercerita, bahwa ketika perlahan ia mendekati Nabi Mulia Muhammad Saw, semakin takjub ia dan kawan-kawannya mendengar dan memandang wajah suci yang bercahaya, air mata cinta dan kerinduan kepada Sang Khaliq di bagian bawah mata Nabi Mulia Muhammad Saw, bagaikan mutiara berbentuk bulan sabit yang sangat indah, yang tak menitis di pipinya yang berkilauan cahaya. Lantunan kalamullah di bibirnya perlahan namun jelas tegas terdengar sungguh menakjubkan, seakan desiran angin hanya berhembus di sela-sela bacaan Baginda yang Mulia."


"Datukku berkata, “Wahai inilah kebenaran yang nyata, benarlah Baginda ini adalah Nabi Muhammad utusan Allah yang terakhir, penutup para Nabi-Nabi terdahulu, dan yang dibacanya adalah Mu’jizat yang suci dan Mulia, yang cahayanya tidak akan pernah padam hingga hari kiamat tiba. Sungguh kita telah tertipu oleh hasutan dan tipu daya Iblis yang selama ini memperdaya kita, wahai kaumku, mahukah kalian bersamaku berbaiat kepada Nabi yang Mulia ini ? Setelah apa yang kita dengar dan saksikan ini adalah kebenaran yang haq ? Telah jelas bahwa Beliau ini adalah Utusan Allah yang akan menyelamatkan manusia dan jin dari kebodohan dan kegelapan, ni’mat Allah yang manakah yang hendak kita mungkiri ?" Bahwa yang dilakukan adalah pekerjaan sholat, tanda pengabdian kepada Allah Tuhan kita, aku akan turut serta mengikuti Baginda ini dalam sholat berikutnya, dan aku akan memohon kepada Allah SWT agar aku dapat berbai’at di hadapan Manusia Mulia yang membawa cahaya kebenaran ini."

 

"Datukku bercerita, bahwa ia dan sebahagian berbai’at, dan yang lainnya berlari kembali kepada Iblis dan mengadukan peristiwa itu. Datukku bercerita, antara fajar dan subuh mereka pun berbai’at, dan sungguh satu kehormatan yang tak terhingga, bahwa Nabi Mulia Muhammad Saw mengajarkan mereka tentang Syahadat dan tentang hukum-hukum sholat, dan segala perintah serta larangan Allah kepada mereka, hingga kebahagiaan datukku tertulis dalam bait-bait syairnya."

 

Ia bertutur dalam syairnya :

Sungguh cahaya itu datang dari tempat yang tinggi dan Mulia...
Bak bulan purnama nan indah dan sejuk...
Bak mutiara nan indah tetesan air mata cinta dan kerinduannya...
Bak sutra nan halus dan lembut jemari dan tangannya...
Senyumnya membuat hati terpana dan jatuh dalam rindu dan cinta...
Kata-kata dari lisan sucinya bak embun pagi menerpa hati...
Wahai yang memiliki kemuliaan, wahai cahaya yang menembus timur dan barat...
Aku bersaksi bahwa Engkaulah Nabi Mulia penutup para Nabi...
Aku bersaksi bahwa Engkaulah Muhammad utusan Allahu Robbi...
Aku bersaksi bahwa tidak ada jiwa yang akan tenang tanpa cinta Mu...
Aku bersaksi bahwa tidak akan pernah terpuaskan kerinduan sebelum memandang wajah Mulia Mu yang penuh cahaya...
Aku bersaksi bahwa tak ada kalimah yang akan mampu mengungkapkan dan melukiskan keindahan dan kemuliaan diri Mu Nabi ku...
Semerbak harum tubuh Mu memenuhi setiap Negri yang Engkau singgahi, seakan bumi enggan mengeras di telapak kaki suci Mu...
Aku bersaksi bahwa tak akan gentar aku menghadapi musuh-musuh ku, demi menyatakan cinta ku kepada Allah dan diri Mu wahai Nabi ku...
Wahai kaum ku, celakalah bagi yang mengingkari Nabi ku...
Mari ke dalam cahayanya, agar tak tertimpakan kita dosa laknatullah sang penipu...
Jangan pernah takut akan binasa di dunia, karena syurga berhias untuk mujahid dan perindu Sang Nabi Akhiruzzaman...
Wahai kaum ku, aku telah menyaksikan kedua telapak tangan yang suci, yang bercahaya menembus langi-langit ketika menengadah seraya berdo’a, yang tak pernah tertolak segala permohonan Beliau...
Jangan gentar karena cahayanya takkan pernah pudar...
Jangan takut karena cintanya takkan pernah surut...
Jangan khawatir karena syafa’atnya akan merubah taqdir...
Dialah Manusia Mulia yang telah di janjikan Allah untuk Manusia dan kita...
Dialah Nabi Mulia Muhammad yang tersimpan dalam rusuk yang terlindungi...
Yang terpelihara dalam rahim yang suci dari seorang ibu yang di muliakan...
Wahai kaum ku, ikutilah sujud ku, tanda bai’at kita dan persaksian kita...
Asyhadu allaa ilaaha illallah, wa anna Muhammad Rasulullah, Rasulun Kariim, khatamannabiyyin, Rahmatan lil’alamiin...
Dan inilah Al-Qur’an Kalamullah…


"Aku senantiasa melantunkan syair-syair ini di tengah gemuruh peperangan melawan syaitan-syaitan durjana, di tengah kepenatan dan kerinduan, di tengah kekecewaanku dan geramku kepada manusia-manusia pemuja syaitan, aku berbisik dalam jiwaku, alangkah bodohnya manusia-manusia yang sombong lagi serakah setelah turunya Al-Qur’an dan diutusnya Nabi Mulia yang bercahaya Muhammad Saw. Ku hijrah hingga ke kota tua manusia di Yaman, ku duduk di tiang Masjid di sana'a, di sela-sela pembicaraan manusia kudengar sebuah Negeri yang penuh dengan kebodohan, yang akan dikunjungi Sang Syeikh manusia demi Syiar Tauhid yang suci, ku ikuti ia hingga tiba di negeri yang sungguh aneh manusia-manusianya. Takku hiraukan karena Sang Syeikh belumlah tiba, ku sebarkan ajaran Tauhid kepada jin-jin yang putus asa, jihadku mulai di negeri bebatuan, sungguh geram aku menyaksikan umat islam golongan manusia di negeri itu diperangi dan dipenjarakan, hingga ku tinggalkan negeri yang dilaknat Allah itu, ku hijrah ke negeri mu ini, yang tak jauh berbeza dengan negeri bebatuan, namun ada setitik cahaya harapan ketika ajaran Sang Syeikh telah tiba di negerimu ini."


"Ku menyepi dalam zikir dan pengabdian ku di sebuah masjid tua di tepi lautan, tak ku hitung waktu yang berlalu, jiwa muda ku kembali terusik ketika ketidakberdayaan para Waliyyullah menghadapi para musyrikin dan jin-jin kafir yang dipertuankan. Berpindah-pindahku dari tempat ke tempat di pelosok pegeri mu, hingga generasi-generasi Mujahid Tauhid bermunculan atas Rahmat Allah. Aku datangi rumah-rumah para Waliyullah dari masa ke masa, sekadar melepas lelah dan mendengarkan kalamullah dari lisan para Waliyyullah, membuat ku tenang dan tenteram dengannya. Saudaraku, betapa hina dan lemahnya syaitan-syaitan di negeri mu ini, hingga menghadapi para Waliyullah mereka harus menggunakan manusia-manusia kufur dan dengan jumlah yang cukup banyaknya, celakalah manusia-manusia yang bersekutu dengan syetan."

 

"Saudaraku, dari generasi ke generasi para Wali Allah, terdapat pula manusia-manusia yang tersesat dan kalah dengan syahwat duniawinya. Aku jumpai pula banyaknya para pencari ilmu yang terperangkap dengan permainan syaitan, hingga karamah yang semestinya tetap namun berubah menjadi istidraj akibat kebodohan manusia-manusia yang malas lagi berkhayal dengan karamah. Jumlah manusia-manusia yang memeluk agama Tauhid kian bertambah, aku pun merasa gembira, meski jumlah golongan jin di negerimu ini sedikit sekali jumlahnya yang sudi kembali ke jalan yang lurus, hingga dari masa ke masa jumlah jin-jin kafir kian bertambah banyaknya, hingga pada hari ini jumlah mereka kian bertambah banyaknya. Beruntunglah negerimu termasuk negeri yang dirahmati Allah dengan adanya para Waliyullah."


"Ketahuilah saudaraku, bagi manusia sangatlah mudah mengalahkan syaitan-syaitan yang kufur dan sesat. Namun bagi kami sangatlah sukar dan harus melalui jihad yang nyata, kalian manusia-manusia adalah khalifah yang di Rahmati, namun Rahmat dan Pertolongan Allah kalian sendiri yang merasakannya dengan rasa takut yang tak bertempat, dan kebanyakan mereka yang sesat adalah manusia-manusia pemuas syahwat duniawi dan takut akan kemiskinan dan pengorbanan yang ada dalam pengabdian diri kepada Allah SWT.”

 

Keterangan :

Ayah Abdul Jabbar bin Abdullah Al Abhar bernama Muhair Al Abhar yang diganti namanya oleh Rasulullah menjadi Abdullah Al Abhar (Hamba Allah yang gemerlap) bertauhid sejak Zaman Nabi Nuh a.s di Thursina.

"Sesungguhnya Bukit Tursina itu berada tidak jauh dari laut merah, tempat kami sengaja dirahasiakan oleh kerabat Rasulullah Saw hingga akhir zaman, cukuplah kamu dan aku bertemu atas izin Allah... Bukan karena keinginan syahwat kita yang bergejolak. Dan semoga Allah melindungi kamu dan aku dalam mensyiarkan Agama Allah dan meluruskan pemahaman manusia-manusia yang merasa mengetahui golongan kami dan kaum munafik..." (Abdul Jabbar Bin Abdullah).

 

Dan Abdullah bin Abhar beserta keluarga bertempat di bukit Tursina, memeluk islam sejak zaman Nabi Nuh a.s. Ia berbaiat dengan para nabi-nabi sesudah Nabi Nuh a.s. Hingga pada zaman Nabi Musa a.s ia dan keluarga menempati sebuah bukit yang dingin dan bersalju. Dekat dengan Nabi Musa memukulkan batunya. Disana ada beberapa lubang dan yang tertutup itulah rumah Abdulah bin Abhar. Sumber hasil dialog dengan Abdul Jabbar bin Abdullah. Dan ternyata kerabat mereka adalah yang mengikuti secara diam-diam dan menjumpai Rasulullah di Tihamah (dalam Peta). Rasulullah dan rombongan menuju Ukaz dan beristirahat di Tihamah. Serombongan jin kafir mengepung rombongan Rasulullah Saw dengan maksud memastikan apakah benar-benar Muhammad yang menjadi penghalang iblis dan anak cucunya naik ke langit, sesuai dengan perintah iblis saat itu.


Namun sebagian mereka memeluk islam sebahagian lainnya lari kembali ke istana iblis mengadu kepada iblis di tengah lautan. Jalur laut sangat dekat dari Tihamah untuk kembali kepada tuhan mereka yaitu iblis. Kecuali sebahagian mereka yang masuk ke dalam islam, mereka langsung disambut oleh Rasulullah Saw dan mereka berlindung di Baitul Maqdis.

Diperbarui
Tambahkan Komentar

Translate

Pengunjung